Pages

Banner 468 x 60px

Selasa, 24 Oktober 2017

Mengembangkan Dialog Antarumat Beragama di Indonesia

0 komentar
Pluralisme agama di dunia dewasa ini merupakan suatu kenyataan yang semakin lama semakin jelas karena mudahnya komunikasi satu sama lain. Di Indonesia, ada enam agama yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Budha, Kong Hu Chu, serta berbagai Aliran Kepercayaan yang diakui. Agama-agama ini merupakan jalan hidup bagi sebagian besar umat manusia. Agama-agama menjadi ekspresi hidup dari jiwa umat  manusia. Pluralisme agama di satu pihak merupakan suatu yang dapat memperkaya khazanah bangsa Indonesia, namun di lain pihak dapat menjadi lahan subur  bagi pertikaian, perpecahan, bahkan pertumpahan darah antar agama yang satu dengan agama yang lain. Isu agama adalah isu yang sangat sensitif menyulut bara perpecahaan..

Fakta pluralisme agama yang terjadi dalam masyarakat  menuntut sikap terbuka dan kerelaan berdialog antar umat beragama, agar menciptakan kehidupan yang aman, damai dan tenteram. Suatu agama yang menolak keberadaan masyarakat yang pluralis telah menghukum diri masuk ke dalam isolasi yang kerdil, sebab dengan adanya suatu masyarakat manusiawi yang menyeluruh, dituntut pula adanya pluralitas tingkat pemikiran, pilihan etika, kreativitas budaya, dan perspektif kebudayaan (Prof. Ari Roest Crollus, Kompas, Jumat 5 Maret 1988).

Dialog Antar Umat Beragama Sebagai Tugas Perutusan Gereja
Konsili Vatikan II dapat dikatakan sebagai titik tolak dari hidup Gereja yang dialogis. Ini tidak berarti bahwa sebelumnya Gereja sangat tidak dialogis. Dialog sebagaimana yang dicetuskan oleh Konsili Vatikan II mempunyai akar pada Tradisi hidup Gereja. Sikap dialogis Gereja sebelum Konsili Vatikan II tampak dalam kesaksian para Bapa Gereja, para misionaris, dan ajaran para paus masa lampau yang menunjukkan sikap positif terhadap agama-agama lain. Memang ajaran yang menunjukkan sikap positif terhadap agama-agama lain itu bersifat sporadis, tersebar, dan kurang menjadi sikap dasar yang menonjol. Sikap Gereja seringkali kebalikannya, yakni eklusivisme, triumphalisme, dan sebagainya. Akibatnya Gereja sebelum Konsili Vatikan II tampak tertutup dan kurang memandang positif agama-agama.
Angin segar yang ditiupkan oleh Konsili Vatikan II membuat dialog umat beragama menjadi unsur integral dalam perutusan Gereja. Dalam dokumen-dokumen Konsili dan post Konsili Vatikan II,  dialog agama menempati posisi penting. Redemptoris Missio 55 menyatakan bahwa dialog antar agama merupakan bagian dari misi penginjilan Gereja; dialog tidak bertentangan dengan tugas perutusan Gereja.
Dialog merupakan bentuk tugas perutusan yang otentik. Bersama dengan pewartaan yang merupakan komuikasi pesan Injil, dialog dengan cara dan kedudukannya sendiri, menjadi unsur penentu dari kegiatan perutusan Gereja. Dialog dan pewartaan diarahkan untuk mengkomunikasikan kebenaran yang menyelamatkan kepada semua orang.
Melihat tempat dialog dalam keseluruhan tugas perutusan Gereja, siapakah yang berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam dialog? Paus Yohanes Paulus II (alm.) menegaskan bahwa Gereja Lokal-lah yang pertama-tama harus memiliki  komitmen untuk membangun dialog dengan umat beragama lain di tempatnya masing-masing. Tidak ada Gereja Lokal satu pun yang dapat menghindarkan diri dari kewajiban ini. Sejauh tanggung jawab dialog ada pada Gereja Lokal, maka umat beriman sendiri yang harus terlibat dalam dialog agama-agama
Masa depan dialog agama-agama pertama-tama terletak pada kaum awam. Ini berarti dibutuhkan barisan imam yang tangguh, yang tahu mendampingi kaum awam sebagai saudara-saudara seiman, yang ada di tengah-tengah umat sebagai orang-orang yang sungguh beriman. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang memiliki amanat perutusan untuk menjalin kerja sama dan berdialog dengan sesamanya dari agama-agama lain guna meningkatkan kesejahteraan sosial dan kehidupan masyarakat sekitarnya ( Apostolicam Actuasitatem 14). Perhatian khusus harus diberikan kepada kaum muda yang hidup dalam masyarakat yang pluralistis ini.

Bentuk-bentuk Dialog yang Dapat Dikembangkan
Ada berbagai bentuk dialog antar umat beragama yang dapat dikembangkan antara lain:

a)      Dialog Kehidupan
Dialog ini diperuntukkan bagi semua orang dan merupakan level dialog yang paling mendasar.  Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang plural dialog kehidpan ini sangat dibutuhkan. Aneka pengalaman, entah suka maupun duka, gembira maupun sedih dialami bersama. Dalam tingkatan dialog ini manusia dari setiap agama hidup dan bekerja sama, dan setiap orang memperkaya dirinya dengan pengantaraan mengamati. Dialog kehidupan memang sudah terlaksana dalam masyarakat Indonesia, seperti silahturahmi pada hari raya, kerja bakti membersihkan lingkungan, dan sebagainya.

b)     Dialog Karya
Yang dimaksudkan dengan dialog karya adalah kerja sama yag lebih intens dan mendalam dengan penganut-penganut agama lain. Sasaran yang hendak diraih yakni pembangunan dan peningkatan martabat mausia. Bentuk dialog ini kerap berlangsung dalam kerangka kerja sama organisasi-organisasi internasional maupun nasional di mana agama-agama bersama-sama menghadapi masalah dunia. Jadi pelbagai macam pemeluk agama dapat melaksanakan proyek-proyek pembangunan dalam meningkatkan kehidupan keluarga dan nilai-nilainya, membantu rakyat dari kemiskinan, dan proyek-proyek kemanusiaan lainnya. Gereja secara konkret dan resmi terlibat dalam dialog karya ini. Sekurang-kurangnya ada dua sekretariat yang pelaksanaan kerjanya meminta kerja sama dengan penganut agama lain. Dua sekretariat itu adalah; The Pontifical commission for Justice and Peace dan Dewan Kepausan Cor Unum. Gereja juga mendesak umatnya untuk mengusahakan dialog karya, sebuah dialog yang ditumpukkan tidak pada agama melainkan pada kerja sama dalam kaya-karya.

c)      Dialog Pandangan Teologis
Dialog  ini dikhususkan bagi para teolog atau siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk itu. Dalam dialog ini orang diajak menggumuli, memperdalam dan memperkaya warisan-warisan keagamaan masing-masing. Dialog semacam ini jelas membutuhkan visi yang mantap. Dalam dialog pandangan teologis tidak boleh ada pretensi, kecuali untuk saling memahami pandangan teologis masing-masing agama dan penghargaan terhadap nilai-nilai rohani masing-masing.

d)     Dialog Pengalaman Iman
Dialog ini dimaksudkan untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing pribadi. Dalam dialog ini, pribadi-pribadi yang berakar dalam tradisi keagamaan masing-masing berbagi pengalaman doa, kontemplasi, dan meditasi, bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih mendalam.
Tantangan-tantangan dalam Usaha Membangun Dialog Antar Agama 
Melihat bentuk-bentuk dialog sebagaimana disebutkan di atas, dapat kita ketahui bahwa tidaklah setiap dialog cocok bagi setiap orang  atau setiap situasi. Tiap bentuk dialog mempunyai pelaku, tempat, dan waktunya. Dialog agama adalah suatu hal yang tidak mudah dijalankan. Dialog selalu mengandaikan adanya keterbukaan dari tiap-tiap pihak yang berdialog. Dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman akan agama yang seimbang. Dialog  tidak akan berjalan apabila muncul faktor-faktor sosial politik, dan beban ingatan traumatis akan konflik sejarah, pemahaman yang salah tentang agama lain, sikap merasa diri paling sempurna yang memunculkan sikap agresif dan defensif, permasalahan zaman ini seperti materialisme, sekularisme, sikap acuh tak acuh terhadap kehidupan beragama, dan munculnya sekte-sekte fundamentalis, juga sikap tidak toleran yang kerap kali diperparah oleh faktor politik, ekonomi, ras, etnis, dan aneka kesenjangan lainnya.
Dalam dialog karya terkadang bantuan kemanusiaan dicurigai sebagai bentuk proseletisme. Dialog kehidupan seperti silahturahmi pada hari raya kadang tidak berjalan karena adanya golongan agama yang ‘mengharamkan’ kelompok lain yang tidak seagama. Dalam dialog pengalaman iman harus dihindari sikap yang menjurus pada sinkretisme, ada pun dialog pandangan teologis hendaknya dilakukan oleh orang yang ahli. Di dalamnya butuh kesabaran mendengarkan orang lain yang menyampaikan ajaran agama yang  berbeda dengan ajaran agamanya sendiri.   
Penutup
Walaupun terdapat sejumlah tantangan dalam membangun dialog antar agama, keterlibatan Gereja dalam membangun dialog harus tetap kokoh dan tidak goyah. Disadari bahwa untuk menciptakan suasana kondusif di tengah masyarakat plural, dialog merupakan salah satu unsur esensial. Gereja Indonesia telah mencetuskan dirinya sebagai Gereja Abdi, yang digunakan Tuhan untuk membangun kerajaanNya. Kerajaan itu dipercaya mulai tumbuh dalam masyrakat, karenanya Gereja melayani, menyambut baik, mendukung dan ikut terlibat memajukan dialog yang bertujuan merukunkan kaum beriman. Kendati menyusuri lorong gelap, Gereja harus berjuang merealisasi perannya sebagai tanda dan sarana keselamatan bagi semua dengan terus berusaha menjalin dialog membangun Kerajaan Allah. Sebuah panggilan yang mendesak dilaksanakan, meskipun tidak gampang.
Kepustakaan
Riyanto, Armada, F.X.E., Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Hariprabowo, Jacobus, Teologi Agama-agama  dan Ekumenisme, Pematangsiantar:STFT, 2007. 

Sairin, Weinata, Pdt., Mth., Raintung, F.W.Pdt., Hanganji, H.,H., Dialog Antar Umat Beragama; Membangun Pilar-Pilar Keindonesiaan yang Kokoh, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.



Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Kampus Santa Maria dalam rangka memperingati bulan bahasa. Tulisan ini adalah refleksi keprihatinan saya atas situasi bangsa Indonesia saat ini
Read more...

Melestarikan Budaya Bangsa Melalui Musik Keroncong

0 komentar
“Generasi milenial belajar keroncong? Kayaknya jadul banget deh…. Sekarang kan orang mau yang serba impor. Musik Barat, Korea, Jepang, dong… Masa kita mau balik lagi ke zaman opa dan oma gua?” Itulah komentar beberapa anak ketika ditanya tentang minatnya terhadap musik keroncong.
SMP Santa Maria mempunyai komitmen mewujudkan salah satu visi sekolah yakni “cinta bangsa, tanah air serta budaya” melalui ekstrakurikuler keroncong. Tidak tanggung-tanggung, para pelatih yang didatangkan adalah para seniman Keroncong Tugu yang sudah melegenda di Indonesia. Kalau kita berselancar di dunia maya, kita akan mengetahui bahwa keroncong tugu ada sejak tahun 1700-an di daerah Tugu, Batavia. Ketika musik keroncong Tugu sudah semakin dikenal, pada 1925 dibentuk organisasi. Tokoh yang pertama kali membentuk organisasi ini adalah Jozef Quiko. Dia memanggil para pemuda Tugu untuk bergabung di satu organisasi bernama Orkes Poesaka Kerontjong Moresco Toegoe-Anno 1661. Hingga akhirnya pada 1970, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, menginstruksikan agar kampong Tugu beserta kebudayaannya terus  dihidupkan.
Tanggung jawab meneruskan warisan budaya ini terletak di tangan kaum muda. Karena itulah SMP Santa Maria memberi kesempatan bagi anak-anak SMP Santa Maria untuk belajar musik keroncong di bawah asuhan para musisi Keroncong Tugu. Namun keroncong SMP Santa Maria memiliki ciri khas tersendiri karena memadukan unsur musik keroncong dengan alat musik daerah yang lain. Keroncong SMP Santa mengakomodasi keberagaman siswa dengan talenta musik mereka yang beragam pula. Karena itu musik keroncong dipadukan dengan alat musik Tiongkok yakni Guzheng dan alat musik Jawa Barat yakni angklung.

Untuk menarik minat generasi muda terhadap hal-hal yang berbau tradisional tidaklah mudah. Pernah di suatu waktu, ekstrakurikuler ini kehilangan peminat dan hampir saja punah. Namun motivasi siswa bisa dibangkitkan lagi sehingga ekstrakurikuler ini eksis kembali. Saat ini mereka bisa berlatih dan mengembangkan talenta musik mereka. Tantangan yang dihadapi adalah para pelatih harus mempunyai kesabaran ekstra karena anak-anak yang bergabung dalam ekstrakurikuler ini ada yang sama sekali tidak mempunyai keterampilan dalam bidang musik. Namun jangan ada kata menyerah untuk mencapai sebuah keberhasilan.  Teruslah berlatih…..!











Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Kampus Santa Maria dalam rangka memperingati bulan bahasa. 





Read more...

Saya Indonesia, Saya Pancasila

0 komentar

Akhir-akhir Pancasila ramai dibicarakan. Dunia maya disemarakkan dengan gaung slogan 'Saya Indonesia, Saya Pancasila'. Di panggung politik, Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas). Dalam Pasal 59 ayat (4) huruf a Perppu Ormas ini dikatakan bahwaOrmas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.  Gereja Katolik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) juga tak ketinggalan dengan memunculkan slogan Amalkan Pancasila: Makin Adil Makin Beradab.
Mengapa Pancasila semakin dibicarakan saat ini? Apa yang terjadi dengan negeri sehingga berbagai kalangan membahasnya dan bahkan pemerintah sampai mengeluarkan Perppu?
Pancasila pemersatu bangsa
Kalau kita menelusuri perjalanan sejarah bangsa Indonesia, tak dapat dipungkiri betapa luar biasanya para pendiri negara ini. Di tengah situasi yang tidak kondusif akibat penjajahan, mereka mampu merumuskan dasar negara yang mengakomodasi seluruh kemajemukan Indonesia. Para pendiri negara yang memikirkan dasar negara dan konstitusi tidak menonjolkan egoisme pribadi dan golongan masing-masing melainkan memikirkan kepentingan seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Indonesia adalah negara yang majemuk. Bangsa Indonesia merupakan kesatuan dari lebih seribu suku atau etnik yang tersebar lebih dari 17.000 pulau. Dalam hal ini menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang plural dan multietnik. Pluralitas bangsa Indonesia juga tampak dalam aneka agama, warna kulit, golongan, bahasa, dan lain sebagainya. Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan sebuah keistimewaan dan merupakan hasil dari peradaban bangsa yang sudah berjalan sejak lama. Keanekaragaman bangsa ini adalah suatu aset berharga yang perlu dipertahankan. Karena itulah ketika merumuskan dasar negara, Ir. Soekarno mengajukan rumusan Pancasila yang akhirnya diterima dengan jiwa besar oleh para pendiri negara ini. Kelima sila dalam Pancasila dipandang mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang beranekaragam penduduknya.
Ancaman terhadap Pancasila pada zaman sekarang
Munculnya tagline “saya Pancasila, saya Indonesia, terbitnya Perppu no. 2 tahun 2017, maupun slogan “Amalkan Pancasila tentu saja memiliki latar belakang.  Pancasila ramai dibicarakan lagi karena ada ancaman terhadap ideologi ini. Ancaman terhadap ideologi Pancasila amat nyata,  sebab ada kelompok-kelompok radikal yang ingin membatalkan apa yang sudah disepakati oleh pendiri bangsa. Kelompok-kelompok itu ingin mengganti Pancasila dengan ideologi mereka sendiri tanpa memperhatikan keanekaragaman bangsa Indonesia. Mereka ingin mendirikan negara berdasarkan agama tertentu. Jika ini terjadi maka Negara Kesatuan Republik Indonesia akan terpecah-belah ke dalam golongan masing-masing.
Terlepas dari pro kontra tentang tagline “saya Indonsia, saya Pancasila” dari segi aturan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kesadaran masyarakat akan pentingnya Pancasila perlu dibangun kembali. Generasi muda perlu diingatkan kembali tentang Pancasila. Melalui Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus sadar akan pentingnya menanam dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sehingga pada akhirnya, masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menjaga keharmonisan dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, serta penuh spirit Pancasila untuk mewujudkan bangsa yang sejahtera, adil dan makmur di masa mendatang.
Para Founding Fathers sudah memberi landasan kuat agar bangsa ini kokoh berdiri sampai akhir zaman. Pancasila merupakan kekuatan fundamental agar negara kesatuan ini tetap utuh dan tidak bisa digoyahkan. Kalau tidak ada landasan kuat, NKRI sangat mudah dipecah-belah karena memang banyak perbedaan yang harus disatukan. SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. AMALKAN PANCASILA.












Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari Kampus Santa Maria dalam rangka memperingati bulan bahasa. Tulisan ini adalah refleksi keprihatinan saya atas situasi bangsa Indonesia saat ini






Read more...